KLIKINDONESIA(BELTIM)
Manggar- Perantau adalah predikat yang dilekatkan kepada individu perorangan maupun kelompok, yang melakukan migrasi atau perpindahan dalam waktu yang lama di daerah lain yang jauh dari daerah asalnya, dengan maksud dan tujuan tertentu.
Menjadi perantauan, tentu ada enak dan tidaknya, sebagai perantauan biasanya ia akan mendapatkan hal dan pengalaman baru ditempat rantaunya, tidak enaknya adalah ketika rasa rindu akan kampung halamannya datang melanda.
Sebagai perantauan tentunya perantau diharuskan bisa untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, secara sosial kemasyarakatan, demi mencapai tujuan maksudnya dalam merantau.
Perantau yang baik selalu menjaga setiap gerak langkahnya dalam berinteraksi sosial dengan lingkungan tempat rantaunya, hal yang paling ditakutkan bagi perantau adalah ketersinggungan daripada penduduk asli setempat dimana ia berdiam dan bertempat tinggal.
Dibeberapa tempat banyak ditemui, jika Perantau dalam jumlah yang banyak di suatu tempat yang sama biasanya akan membuat komunitas khusus tersendiri berdasarkan kesamaan asal, bahkan ada yang sampai membuat perkampungan tersendiri, guna untuk bertahan hidup di tempat perantauannya.
Walaupun telah berdiam lama dan beranak cucu di perantauannya, namun ketika perantau tersebut masih saja memelihara tradisi asalnya sebagai identitas dirinya, baik itu adat istiadat atau seni budayanya, dan selalu kembali ke komunitasnya maka predikatnya sebagai perantau atau pendatang tetep melekat hingga ia mati.
Beberapa hal yang disebutkan diatas, juga berlaku bagi para perantauan yang berasal dari Pulau Belitong, dimana perantauan Belitong selalu menjunjung tinggi nilai nilai setempat dimana ia merantau.
Pepatah Melayu “dimana bumi dipijak, disitu pula langit dijunjung”selalu dikedepankan oleh perantau asal Belitong, pun juga dalam bertingkah laku adab kesopanan, para perantau Belitong, selalu mengutamakan adab sopan dan santun, agar tak menyinggung masyarakat setempat dimana ia merantau.
Menonjolkan diri atau komunitas asli perantauannya di tempat rantau, secara berlebihan, bagi perantau Belitong, sedapat mungkin sangat dihindari, adapun untuk mendapatkan prestasi dalam sebuah bidang, perantau asli Belitong, selalu mendapatkannya dengan cara-cara yang bermartabat.
Ian Sancin, seorang Budayawan yang berasal dari pulau Belitong, dan diakui dalam kapasitasnya setingkat nasional, dalam komunikasi melalui chat Whatsapp-nya, rata-rata perantau asli Belitong, memelihara sebuah filosofi yang dinamakan “Rempun Cabik”, yang bermakna selalu ingat kepada tempat asal kelahirannya, dimanapun perantau Belitong tersebut berada.
“Menurut filosopi rempun cabik urang belitong di perantauan tetaplah urang belitong, itu jika yang bersangkutan ingat rempun cabik" ujar sang Budayawan yang juga penulis dan pencipta Novel Yin Galema dan Arai.
Sebagai tambahan, Ian Sancin pun menjelaskan bahwa prilaku urang Belitong di perantauan, tak lepas daripada filosofi rempun cabik tersebut, dimana menurutnya jika seseorang masih ingat akan kampung halamannya, maka ia akan tetap menjunjung adab berdasarkan ajaran adat istiadat asli tempat ia berasal.
Disinggung soal adat istiadat dan seni budaya yang ada di Belitong, Ian Sancin membenarkan bahwa kultur budaya Melayu yang diserap oleh masyarakat Belitong, adalah dipengaruhi dari sejak jaman Imperium Melayu sejak tahun 1412, yang pada waktu itu dipimpin oleh Prameswara yang telah memeluk agama islam, dimana Imperium tersebut menguasai dan menyebarkan pengaruhnya secara luas hingga se-Asia Tenggara, termasuk Pulau Belitong, hanya saja ke-Melayuan tersebut mempunyai ciri khas tersendiri dikarenakan tradisi.
Adapun menurut keterangan Ian Sancin, berdasarkan catatan Van Hollen Hoven, yang mengatakan bahwa wilayah Bangka dan Belitong walaupun tak memakai hukum adat Melayu namun Bangka Belitong mempunyai hukum adat tersendiri yaitu hukum adat wilayah adat Bangka Belitong, dan memiliki urutan ke 7 dari 19 wilayah hukum adat di Indonesia.(Irwansyah)
Kirim Komentar