KLIKINDONESIA(BELTIM)
Damar_ Jika berkunjung ke Belitung dan menyusuri ruas jalan utama berupa jalan Tanjung Pandan-Manggar yang melewati Kelapa Kampit, sebelum sampai ke Manggar Ibukota Belitung Timur) kita akan melewati sebuah desa atau yang biasanya disebut kampong oleh orang pulau Belitong, yakni kampong Mempaya, yang berjarak sekitar 19,7 kilometer dari kota Manggar.
Suasana kampong mempaya atau juga dikenal dengan kampong payak ini, masih sangat asri, rumah-rumah penduduknya sebagian besar telah berupa rumah permanen, dari penelusuran awak media, kampong payak ini kerukunan antar warga kampongnya masih sangat kompak dan erat sekali antara satu dengan yang lainnya.
Ciri khas utama dan menjadi kebanggaan kampong Payak adalah danau luas yang terletak dibawah kaki gunung, yang dinamakan danau Mempaya atau danau Payak sedangkan gunung dibelakangnya yang menjulang tinggi konon disebut sebagai gunung Mang.
Tak banyak warga asli kampong Payak yang fasih dan pandai bertutur menceritakan riwayat kampong tersebut, namun awak media beruntung bisa menemukan satu orang warga asli kampong Payak yang hapal dan fasih menceritakan riwayat kampong asal kelahirannya itu.
Rian Payak atau yang bernama aslinya Mardiansyah, ditemui di sela sela istirahat kerjanya, pada senin (6/11/2023) di desaa Mengkubang, ia menceritakan bahwa dirinya merupakan asli putra kampong payak dan juga keluarganya dari mulai kakek moyang, datuk hingga Ayah dan pamannya adalah merupakan asli kampong payak, yang menjadi pemuka kampong, yakni dengan jabatan dukun kampong payak, secara turun temurun, Hingga saat ini.
Rian Payak menuturkan, asal muasal nama kampong Payak, atau Mempayak atau Mempaya, berasal dari kata Mangpayak, yaitu diambil dari nama gunung Mang dan Air Payak atau rawa-rawa atau paya-paya.
Sepengetahuan Rian Payak menurut tutur cerita turun temurun dari semasih hidup kakek dan ayahnya, bahwa dulunya daerah sekitar cikal bakal kampong Payak, sekitar tahun 1700an, orang-orang sudah membuat kubok-kubok disekitar gunung Mang hingga ke lembahnya.
Disebut sebagai gunung Mang, dikarenakan di gunung yang menjulang tinggi dibelakang pemukiman warga kampong Payak tersebut, ditumbuhi oleh pohon-pohon besar yang bernama pohon atau batang Mang, yang tingginya bisa mencapai 70an meter, dengan diameter pohon mencapai dua kali pemelukan orang dewasa, dimana pohon atau batang tersebut bisa dibuat menjadi bahan pembuat rumah atau kapal.
Sedangkan kubok Rian Payak menjelaskan adalah kumpulan rumah sederhana dan huma yang berkelompok menurut klan keluarga masing-masing dan kubok tersebut diberi nama sesuai kepala keluarganya masing-masing.
“diantara sekian Kubok tersebut, ada kubok yang merupakan keluarga Kik Tjagut, yang merupakan kakek moyang kami, beliau merupakan seorang ulama islam yang datang dari Kendawang Kalimantan, dianggap sebagai tokoh yang dituakan diantara Kubok-kubok yang ada di sekitar gunung Mang tersebut” tutur Rian Payak.
Kik Tjagut bermusyawarah untuk mendapatkan mufakat dalam pemberian nama kampong menjadi nama Mangpayak, dimana peristiwa penting tersebut ditandai dengan menancapkan sebuah parang oleh Kik Tjagut di pohon Mang, dan parang tersebut pun dinamakan parang penetak kampong.
Diriwayatkan bahwa setelah kampong pun terbentuk, maka Kik Tjagut pun diminta masyarakat kampong tersebut menjadi Kepala Kampong pertama kampong Payak.
Rian Pyak melanjutkan bahwa, Pada sekitar tahun 1868, ketika Belanda yang ada di Belitung bagian timur membuka jalan, yang sekarang dinamakan jalan Manggar-Kampit-Tanjong pandan, dan membelah kampong Payak sekarang ini, Setelah era kepemimpinan Kik Tjagut, maka kepemimpinan kampong Payak pun diteruskan oleh Kik Benting, yang akhirnya menjadi kepala kampong Payak dan ditabalkan sebagai dukun Kampong sekaligus kepala kampong.
Atas permintaan Belanda pada waktu itu, kik Benting mengajak warga masyarakat dari kubok-kubok tersebut untuk pindah ke tepi jalan yang telah dibuat Belanda tadi, yang akhirnya menjadi kampong Payak hingga sekarang ini.
Setelah kik Benting, dukun sekaligus kepala kampong Payak dilanjutkan oleh Kik Seda,kemudian Kik Penyar, dilanjutkan lagi oleh Kik Atok hingga Kik Selan yang merupakan ayah dari kakeknya Rian payak secara langsung atau juga disebut sebagai datuknya Rian Payak, diketahui bahwa dari mulai Kik Tjagut, Kik Benting, Kik Seda, Kik Penyar hingga Kik Atok juga masih bertaut pertalian darah, hanya jelasnya Rian Payak belum bisa memastikannya seperti apa.
Namun mulai dari kik Selan yang merupakan datuk Rian Payak, selanjutnya dilanjutkan oleh kik Seman, dimana kik Seman ini tidak mempunyai pertalian darah dengan dukun-dukun kampong pendahulunya, dikarenakan adanya semacam insiden perebutan jabatan dukun kampong tersebut, sayangnya jabatan dukun kampong yang dipegang oleh kik Seman hanyalah berjalan singkat, hanya sekitar tiga bulan saja, dikarenakan kik Seman pun meninggal dunia.
Selanjutnya jabatan dukun Kampong pun dilanjutkan kembali oleh kik Selan, setelah itu baru dilanjutkan lagi oleh kik Namok anaknya kik Selan, di era kik Namok inilah jabatan kepala kampong tidak disatukan lagi dengan dukun kampong, kepala kampong pun dijadikan jabatan administratif negara dan digabungkan dengan kampong lain menjadi satu kelurahan dan dijabat oleh seseorang dengan jabatan Lurah.
Setelah kik Namok jabatan dukun kampong Payak pun dipegang oleh Pamannya Rian Payak yang bernama kik Abdulgani, dan setelah kik dukun kampong Abdulgani meninggal, jabatan dukun kampong tersebut diteruskan oleh Selani, yang merupakan sepupu dari Rian Payak.
Ditambahkan oleh Rian Payak bahwa Parang Penetak Kampong yang pertama kali dipakai Kik Tjagut untuk menamai kampong Mangpayak dulunya, pun selalu diwariskan ke setiap dukun kampong payak, hingga dukun Selani saat ini.(Irwansyah)
Kirim Komentar