KLIKINDONESIA(BELTIM)
Manggar,Beltim - Adat budaya adalah hasil karya adiluhung para pendahulu kita, berupa tatanan sosial dalam berkehidupan masyarakat yang penuh dengan nilai atau norma berdasarkan kearifan lokal, untuk memudahkan kehidupan yang sedang berlangsung agar terasa tertib dan beradab, menuju kesejahteraan bersama.
Penulis berdasarkan pengamatan sekitar lingkungan tempat tinggalnya, di Belitung Timur, mencoba menuangkan hasil pengamatan selama beberapa tahun terakhir ini kedalam tulisan.
Maksud dan tujuan tulisan ini, bukan lain adalah mencoba mengajak dan menggugah kesadaran orang orang asli pulau Belitong, yang notabene adalah melayu ataupun asimilasi melayu itu sendiri.
Pada dasarnya orang asli Belitong yang biasa dikenal dengan istilah Urang Belitong, adalah pribadi-pribadi yang sangat ramah dan terbuka, yang dulunya sangat menjunjung tinggi nilai-nilat adat dan budayanya.
Berdasarkan pengalaman masa kecil penulis dulu, urang Belitong sangat menjaga segala tingkah laku , ucapan, adab dan sopan santunnya terhadap sesama urang Belitong, hal tersebut dicerminkan dari mulai gotong-royong, bahasa keseharian, sapaan panggilan, ucapan salam, gestur tubuh di hadapan orang yang lebih tua, kepatutan terhadap nasehat dari yang lebih tua dan banyak lagi hal yang lain sebagainya.
Tak hanya itu saja, dulunya Urang Belitong sangat menghormati adat dan budayanya, seperti kepercayaan yang masih sangat tinggi terhadap jabatan sosial berupa dukun kampong, yang menjadi tetua adat di tiap kampong, yang selalu dimintai kesediaannya untuk menjampikan orang sakit, membuka lahan untuk berkebun, melakukan kegiatan hajatan, kegiatan untuk turun ke sungai atau laut dan lain-lainnya.
Budaya kesenian, berupa seni bahasa pantun, musik dan lagu, tarian serta atraksi seni bela diri, masih dianggap sakral, apalagi sebagian kegiatan tersebut terkadang bercampur dengan muatan keagamaan, jelas semuanya terasa sakral dan religius.
Dalam seni bahasa pantun diwujudkan dalam sesi berebut lawang dalam prosesi adat perkawinan urang Belitong, begitupun dalam seni musik dan lagu yang direpresentasikan oleh becampak, betiong, gambus dan rebab, sementara seni tarinya dilihat dari tarian daerah seperti besepen, serta seni bela diri yang diperlihatkan sewaktu beripat beregong, sementara untuk upacara adatnya diwujudkan oleh hajatan kampong berupa maras taun.
Itu dulu, namun seiring zaman berjalan dan tekhnologi semakin berkembang, kebiasaan masyarakat pun juga ikut berubah, adat budaya yang sakral dan religius pun, sebagian besar sudah tak terlakukan lagi, hanya sebagian kecil saja yang masih bertahan, dan hal tersebut pun kalah populer dengan modernisasi yang menggantikan hal tersebut.
Berdasarkan keprihatian terhadap hal-hal yang merupakan krya adiluhung para pendahulu urang Belitong, penulis merasa terpanggil untuk memperhatikan masalah dan melakukan upaya sebisanya untuk pelestarian adat budaya Belitong.
Memang penulis akui, para penggiat adat budaya Belitong, masihlah tampil dengan eksistensinya masing-masing, tetapi terasa berjalan sendiri sendiri dan tidak terintegrasi menjadi satu kesatuan yang solid dan hanya untuk acara-acara seremonial saja, jauh dari rasa sakral dan agung.
Untuk itulah, penulis yang juga adalah putra daerah asli Belitong, merasa terpanggil untuk membuat komunitas Puake Belitong yang berarti Persatuan Urang Kite Belitong, sebagai upaya untuk mengajak urang Belitong agar kembali sadar dan peduli untuk mencintai adat budayanya sendiri, tak Cuma di mulut saja, namun harus dikejawantahkan dengan prilaku yang nyata.
Gerakan kembali ke adat budaya Belitong, penulis namakan dengan membangkitkan batang terendam, hal ini penulis wujudkan dengan membuat perencanaan sendiri berupa gambar rencana bangun rumah adat Belitong yang dinamakan Rumah Gede, yang telah disampaikan secara informal kepada Bupati Belitong Timur saat ini, yang ditanggapi dengan baik untuk bisa diwujudkan, hal ini harus dianggap penting sebagai start point yang nyata dalam usaha membangkitkan batang terendam tersebut.(Dedi S.)
(Penulis : Irwansyah, A.Md.,Ds.)
Kirim Komentar